Rabu, 15 April 2020

Rahasia sukses bisnis Bob Sadino : Roda Bob Sadino ( RBS )

      Om Bob sering mendapatkan pertanyaan tentang pendiriannya yaitu, " kalau mau kaya ngapain sekolah ? " . mereka para sarjana menyalahkan pendapat Om Bob itu, karena kalau semua orang mau kaya meninggalkan bangku sekolah, bagaimana nasib sekolah ? bukankah sekolah itu jadinya kosong melompong, karena semua orang pasti mau jadi kaya ?

" Saya menganggap ini sebagai salah paham terhadap pendapat saya tentang " kalau mau kaya ngapain sekolah ? " . ini pula yg makin meyakinkan saya, bahwa orang kampus atau orang akademis tidak mau memahami bahasa orang jalanan seperti saya " . ujar Om Bob serius .


Apa bedanya kuadran kampus dengan jalanan ?

Di Kampus, seseorang biasanya mendapatkan banyak sekali teori. semua hal melulu adalah teori, hanya sedikit sekali yg langsung berupa praktek. nah, ketika teori itu di terapkan dalam masyarakat / jalanan, ternyata cukup banyak yg tidak klop ( cocok ). paling-paling hanya berjalan 2 sampai 3 % saja. bagaimana cara meningkatkannya ? seharusnya dia balik lagi ke kampus itu, pelajari lagi teorinya. setelah paham bukan hanya tahu, tapi langsung mempraktikannya dalam masyarakat luas.

Terus menerus proses itu berjalan, mungkin sampai kemampuannya mencapai 82 % . proses itu tidak akan berhenti seperti jam dinding kuno, bergerak ke kiri dan ke kanan dalam lingkaran itu, dari kuadran jalanan ke kampus, dari kampus ke jalanan lagi.

Mungkin kalau bahasa orang Islam yg sedang naik haji, proses ini mirip dengan Sa'i , bolak-balik dari bukit shofa dan marwa. tapi sayangnya, proses ini sering tidak disadari oleh orang kampus.

Lalu, bagaimana dengan orang jalanan ? dia langsung mempraktikannya, bahkan mungkin tanpa teori sedikitpun. ketika dia mentok dengan apa yg dia kerjakan, mau tidak mau dia harus belajar teorinya. kalau dalam lingkaran kuaran, maka orang jalanan ini akan singgah dulu ke kuadran kampus atau bisa juga belajar teori sendiri, ka'n sumber teori itu banyak, bukan hanya dari sekolah / kampus. lalu, dia kembali mempraktikkannya. terus menerus begitu sampai akhirnya dia bisa. bisa karena biasa. bisa karena terus repetisi melakukan sesuatu.

Saya bisa bicara begini karena saya memulai semuanya dari kuadran jalanan. seperti seseorang yg disuruh belajar menembak. dia dibekali 10 peluru dan langsung praktek menembak selama 10 minggu. pekan pertama mungkin meleset semua, tidak ada 1 pun peluru yg mengenai sasaran. pekan kedua, mungkin hanya 1 peluru yg masuk sasaran. pekan ketiga, bisa jadi tetap 1 peluru mungkin juga 3 peluru yg tepat sasaran. terus berlatih seperti itu sampai akhirnya pekan ke-10, dia sukses menembakkan 10 pelurunya tepat ke sasaran.

Setelah berhasil, mungkin saja dia meningkatkan kemampuannya mencoba menembak dengan mata tertutup. dia latihan lagi, praktek lagi. dan selama praktek itu, berbagai ilmu & teori dia pelajari, sampai akhirnya dengan mata tertutup dia bisa menembakkan 10 peluru itu tepat di sasaran. kalau sudah begitu, orang jalanan ini akan menjadi seseorang yg ahli atau expert. atau dalam bahasa saya, bahasa jalanan saya menyebutnya ' Jagoan ' . ujar Om Bob menjelaskan lebih jauh

Kuadran lingkaran selain kuadran kampus dan jalanan, ada kuadran jagoan dan kuadran profesional. beda kuadran ini sangat tipis.

Seseorang yg sudah bisa atau jago, biasanya akan meningkatkan kapasitas dirinya dengan lebih profesional. nah, di kuadran inilah tempat mereka. dan biasanya kalau sudah menjadi profesional, dia akan banyak mendapat tekanan dari masyarakat. banyak pertanyaan tentang keahliannya dari mana-mana. boleh jadi sang profesional bisa menjawab semuanya, tapi biasanya tidak sampai 100 % . dari mana dia bisa menjawab pertanyaan sampai 100% itu ? jawabannya ada di sekolah / kampus. jadi, seorang profesional akan mencari berbagai ilmu teori yg menyempurnakan keahliannya dari sekolah / kampus . kampus / universitas yg berisi banyak teori & informasi.

Kalau sudah begini, maka lingkaran kuadran tersebut akan berputar dari jalanan, lalu menjadi jago / profesional, dan kembali ke kuadran kampus. dari kampus seharusnya ke kuadran jalanan lagi dan begitu seterusnya. proses ini terus berputar sepanjang kehidupan manusia. contoh seperti proses Thawaf dalam prosesi haji, yaitu proses mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali. angka itu hanya simbol saja, bahwa putaran itu banyak dan mungkin tidak akan pernah berhenti.

Demikianlah penjelasan dari Om Bob Sadino.

Academic Arogance

Masalah muncul ketika sebagian besar orang kampus atau orang Akademis merasa dirinya telah cukup pintar dan tidak mau tahu praktek kerja di lapangan. bahkan, memahami bahasa orang jalanan saja mereka tidak mau. tentu saja putaran Thawaf atau bahkan bandul jamnya pun tidak berjalan. dia berhenti saja di kuadran kampus & tidak mau bergerak ke kuadran lain.

Om Bob menyebut kondisi ini sebagai academic arogance, kesombongan orang-orang akademisi. kondisi ini tentunya sangat disayangkan, karena seharusnya orang akademisi itu mau turun ke Jalanan / lapangan untuk mempraktikkan teorinya di masyarakat. mereka perlu menciptakan academic modesty ( akademisi yg bijak ). kalau kondisi ini sudah tercipta, Bob Sadino yakin akan menjadi jembatan kejomplangan antara kampus dan masyarakat yg selama ini terjadi di Indonesia.

Beda dengan orang jalanan atau praktisi, yang mau tidak mau harus memahami bahasa akademik, bahasa kampus atau teori yg sesuai di bidangnya. meski sudah jago di satu bidang, Om Bob menyebutnya orang jalanan, tetap harus mencari tahu berbagai teori dari banyak sumber lainnya. oleh karena kalau tidak tahu, kemampuannya mungkin tidak akan maksimal.

Seseorang sarjana lulusan kampus, bisa menjadi ahli / jago / terampil jika masuk ke kuadran jalana paling sedikit 10 - 15 tahun. dia harus melaksanakan repetisi keahliannya sehingga benar-benar jadi mumpuni / ahli. setelah teruji di Jalanan, dia bisa melangkah ke kuadran jago / terampil, dan melanjutkan ke kuadran profesional.

" Tapi sayang seribu sayang, banyak sarjana yg lulus kuliah malah langsung terjun langsung ke kuadran jago. apa yg bisa diperoleh dari para sarjana yg semacam ini ? sarjana-sarjana yg hanya teori saja. lebih parah lagi, karena banyak sarjana yg langsung nyemplung menjadi profesional. mau dibawa kemana bangsa Indonesia ini ? lingkaran kuadran yg saya buat ini menjadi jomplang ( kacau ) " . ujar Om Bob menjelaskan.

Om Bob menyebut lingkaran kuadran ciptaannya ini sebagai RBS ?

Apa itu RBS ? RBS itu Roda Bob Sadino, masa gitu aja nggak tahu . saya harap dengan penjelasan ini, orang-orang pintar di kampus atau para akademisi bisa memahami makna ucapan saya yg " kalau maua kaya ngapain sekolah ? " itu. jangan menganggap saya menyebar racun dengan mengajak orang lain untuk meninggalkan sekolah / kampus itu. saya tidak pernah menganggap kampus / sekolah itu tempat yg tidak baik . Ujar Om Bob menjelaskan.

Link and Match

Sesungguhnya pada masa kepemimpinan Jayanegoro di departemen pendidikan, sempat muncul program Link and Match. program ini mencoba mengkombinasikan dunia kampus dengan dunia nyata / lapangan. setiap mahasiswa dipaksa untuk terjun ke masyarakat dan mengaplikasikan ilmu yg diperolehnya di kampus. program ini secara teori bagus dan jika berjalan dengan baik akan mengurangi jurang pemisah antara dunia kampus dengan jalanan / lapangan.

Sayang pak Jayanegoro lupa dengan kondisi di Indonesia, sehingga konsep ini situasional sekali. kalau di Eropa, konsep ini sangat baik berjalan. karena setiap perusahaan mendukung mahasiswanya untuk praktek kerja. tapi di negeri Indonesia, ketika mahasiswa libur mereka sangat sulit mendapat tempat / perusahaan untuk praktek atau magang, karena banyak pengangguran yg juga butuh lapangan kerja. banyak juga perusahaan yg tidak mau membantu mahasiswa untuk mempraktekkan ilmunya.

Jadi, mahasiswa di Indonesia akan mengalami kesulitan untuk menjadi bisa, karena pengetahuan mereka susah diaplikasikan. akhirnya, banyak mahasiswa di Indonesia yg hanya tahu saja, tapi belum tentu mengerti. ini murni kesalahan sistem pendidikan kita. mau dibawa kemana bangsa ini ? Ujar Om Bob menjelaskan.

The way of thinking

Jadi, kampus atau sekolah formal menghasilkan belenggu yg sangat kuat mencengkram para mahasiswa. sistem pendidikan memang mengajari hal itu, karena para mahasiswa diajari untuk takut banyak hal dan terlalu banyak pertimbangan. mahasiswa pun banyak mendapat informasi yg sudah lama, yang bahasa om Bob sudah basi, yang terus-menerus menerpa otak mahasiswa. hasilnya ... the way of thnking setiap manusia yg mendapat pendidikan tinggi di kampus menjadi busuk seperti sampah.

" Jadi , saya menganggap biang kerok semua ini adalah kampus. biang kerok dia ... " Ujar Om Bob menyimpulkan.

Makanya, mayoritas orang kampus / universitas itu tidak kaya. orang terkaya di dunia dan di Indonesia sebagian besar hanya berpendidikan standard , hanya lulusan SMA / High school.



Sumber  :  Buku " Belajar Goblok dari Bob Sadino "

Karya    :  Dodi Mawardi
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar